2

Cerbung


Paris and the Memory (Part 4)

Angin segar melambai-lambaikan rambutku, berdiri di ujung kapal pesiar mendengarkan deburan ombak yang indah begitu sangat menyenangkan. Ku rentangkan tanganku di udara, dan aku pejamkan mataku. Kini aku benar-benar merasakan deburan ombak masuk kedalam jiwaku. Tapi kurasa itu belum cukup, ku pijakkan kakiku pada pagar pembatas kapal. Tapi rasanya itu terlalu mengerikan untukku.
            “Kamu tidak perlu takut, aku ada disamping kamu!”
            “Stevan??” Aku tersenyum kepadanya. Perlahan-lahan ku pijakkan satu persatu kakiku keatas tiang pagar pembatas. Sempat aku ragu untuk melakukannya. Tapi Stevan, dia memegang tanganku dengan erat. Tidak ada lagi keraguan yang aku rasakan. Dia merentangkan tanganku diudara.
            “Paris!! Paris!!” Aku buka mataku lebar-lebar. Rasanya ada seseorang yang memanggilku.  
            “Paris kamu dari mana saja? Tante dan Lana dari tadi mencari kamu! Sebentar lagi kita sampai daratan. Segeralah kau bergegas!”
            Tak lupa sebelum aku meninggalkan Stevan aku berpamitan dulu dengannya. Hari ini aku sadar kalau Stevan tidak seperti yang aku fikirkan selama ini. Dia memang sungguh orang yang baik.
            Setelah hari itu, aku dan Stevan semakin dekat. Sudah beberapa hari ini dia mengajakku mengelilingi kota Paris, tapak tilas kejadian satu tahun yang lalu, itu menurut perkataanya. Ya mungkin saja dengan keberadaan Stevan aku bisa mengingat kembali memoriku yang sedikitnya telah hilang.
          
           Tempat pertama yang kami kunjungi adalah Place de la Concorde. Tempat wisata yang merupakan alun-alun terluas di Paris. Ditempat ini kami melihat monumen dan air mancur yang sangat indah. 


Selanjutnya adalah Musee Du Louvre. Museum Louvre merupakan salah satu museum seni terbesar di seluruh dunia. Ditempat ini kami melihat lukisan Monalisa (di Paris disebut “la joconde”). 


Dan tempat terakhir adalah Arch de Triomphe. Disini kami bangunan menyerupai gapura besar. Menurut Stevan, Arch de Triomphe dibangun oleh Napoleon pada 1806 sebagai simbol kemenangan Perancis.

             Dari ketiga tempat yang telah aku kunjungi, aku merasakan ada sesuatu hal yang aneh. Biasanya sakit kepala itu muncul dan ulasan dari ingatanku kembali membayangi diriku. Akan tetapi, ketiga tempat itu seolah-olah tidak menunjukkan adanya kenangan antara aku dan Stevan. 


******
“Permisi...!!” terdengar dari depan rumah seseorang yang sedang mengetuk pintu.
            “Pagi-pagi begini sudah bertamu ke rumah orang.” Ucapku sambil membukakan pintu. “Stevan? Kok bisa tau aku tinggal disini?”
            “Kamu lupa ya, dulu kan kita pernah liburan bareng di Paris. Oh iya apakah kamu sudah mengingat sesuatu lagi hari ini?”
            “Aku rasa belum.”
            “Bagaimana kalau kita ke kedai kopi? Tentunya kamu belum sarapan kan?” Ucap stevan sambil menarik tanganku ke mobilnya. Lalu aku pun mengiyakan.
            “Aku yang pesan ya!” Ucap Stevan saat kami berdua sudah sampai di kedai kopi.
            “Kamu tahu kedai ini paling terkenal lho di kota Paris, orang-orang sangat suka dengan harumnya.”
            Tidak lama kopi yang kita pesan datang. Ternyata memang benar apa yang diucapkan Stevan, kopi disini baunya harum.  “Cappucino?”
            “Iya Cappucino, itu kan kopi kesukaanmu. Emang kamu lupa?” Ucap Stevan.
            “Emang dulu kita sering kesini ya?”
            “Iya, malah setiap hari. Kamu tau kopi yang selalu kamu pesan?”
            “Cappucino?” Jawabku.
            “Iya benar sekali.”
            Tidak lama dari itu ponsel milik Stevan berbunyi. “Aku tinggal dulu ya sebentar.” Aku anggukkan kepalaku. Setelah selesai menelepon, kira-kira 15 menit Stevan kembali menemaniku.
            “Maaf ya kalau lama.” Stevan kembeli mereguk kopi yang dia pesan. Beberapa menit kami berdua terdiam.
            “Em sebelumnya maaf ya... nggak apa-apa kan kalau kita pulang sekarang?”
            “Pulang? Apa ada masalah?” tanyaku dengan ekspresi kaget.
            iya, tiba-tiba aku punya urusan mendadak. Aku antar pulang sekarang ya.”
            “Ya sudah.”
            Sebenarnya aku agak kesal dengan sikapnya hari ini. Tapi apa boleh buat, mungkin ada urusan yang lebih penting yang harus dia lakukan.


BERSAMBUNG.....
0

Cerbung


                                      Paris and the Memory (Part 3)           

 Keesokan harinya aku minta Lana menemaniku kembali berkeliling di kota Paris dengan harapan aku bisa mengingat kembali sebagian memoriku.
            “Lana bisa menemani kamu jalan-jalan. Tapi kalau Lana lihat keadaan kamu seperti ini, Lana takut terjadi apa-apa lagi sama kamu!”
            “Aku mohon Lana, temani aku!” Dia memang tidak pernah bisa menolak permintaanku. “Baiklah, tapi kita ke dokter dulu ya!” Terpaksa aku mengikuti permintaannya. tapi untunglah dokter mengizinkanku.
            Sudah berjam-jam aku berkeliling di kota paris. Tapi sakit kepala itu tidak lagi ku rasakan. Apakah tempat ini tidak pernah ada kenangan denganku?
            Tiba-tiba ada yang memegang pundakku. Aku kira itu Lana. Tapi setelah aku menoleh kebelakang ternyata ada seorang pria telah berdiri di depanku.
            “Paris?? Kamu Paris kan?”
            Entah kenapa setelah aku melihat wajahnya aku merasa takut. Aku lari meninggalkan pria itu, namun pria itu terus mengejarku. Ku hentikan langkahku, setelah aku pastikan pria itu tidak mengejarku lagi. Kuhelakan nafasku pelan-pelan dari rasa lelah.
            Baru aku tersadar. “Lana?” Aku lupa telah meninggalkannya. Ini semua gara-gara pria itu, kalau saja aku tidak bertemu dengannya aku tidak akan terpisah dari Lana.
            Terpaksa aku harus kembali lagi ke tempat itu. Untungnya di tengah perjalanan aku bertemu dengan Lana, jadi aku tidak perlu melangkahkan kaki lebih jauh lagi.
            “Laki-laki itu...”
            “Tenang Paris ini Stevan teman kamu. Tadi aku ketemu dia diperempatan jalan, dia bilang temanmu.” Ucap Lana.
            “Iya Paris aku ini temanmu, tahun lalu kita liburan bersama kesini. Aku turut berduka apa yang telah terjadi padamu!” Ucap Stevan padaku menjelaskan apa yang di utarakan Lana kepadaku.
            Aku hanya terdiam dan menarik Lana menuju taksi yang sudah kuhentikan tadi. “Kamu itu aneh, kenapa sikap kamu dingin sama Stevan?” Tanya Lana padaku.
            “Entahlah, aku merasa tidak nyaman bersama orang itu.”
            “Kamu ingat sesuatu tentang Stevan?”
            “Justru itu, padahal aku sendiri belum bisa mengingat Stevan. Tapi kenapa sejak pertama kali melihat saja aku sudah tidak suka?”
            Tak terasa taxi sudah ada didepan rumah. Saat aku hendak menuju kamar, Tante memanggil kami berdua. “Lana, Paris... Tante punya kabar gembira buat kalian berdua. Teman kantor Tante memberikan Tante tiket untuk naik kapal pesiar. Bagaimana kalau besok kita kesana?”
            “Wah, itu kabar gembira sekali. Tentu dong kita berdua ikut. Iya kan Paris?” Ujar Lana.
            Setelah kejadian tadi siang, aku tidak bersemangat lagi untuk liburan di Paris, rasanya aku ingin segera pulang ke Indonesia. Aku tak mau peduli lagi dengan semua masa laluku. Sempat aku berfikir aku ingin melupakan masa laluku dan menjalani hidup yang baru tanpa mengingat masa lalu.
            “Kok sikap Paris aneh, ada apa Na?”
            “Entahlah, sikapnya berubah setelah Paris bertemu dengan salah satu temannya.”
            “Bagus dong, Paris  ingat sesuatu dengan temannya itu.”
            “Nggak, yang anehnya lagi tanpa mau mengingat Stevan, Paris sudah merasa tidak nyaman dengan Stevan.”
            “Oh jadi namanya Stevan. Rasanya Mama pernah mendengar nama itu. Tapi sepertinya mama sudah lupa. Mama menemui Paris dulu ya!”
            Ku jatuhkan diriku diatas ranjang dengan semua masalahku yang terus menggulung-gulung dikepalaku.
            “Paris... kamu baik-baik saja kan?” Tanya Tanteku. Ku angkat tubuhku yang rapuh. “Tante? Aku baik-baik saja kok.”
            “Tante bisa mengerti, tapi bukankah itu bagian dari masa lalu kamu? Kamu harus berusaha mengingatnya, sekalipun itu ingatan yang buruk untuk kamu. Jika kenangan buruk itu sekiranya akan membantu mengembalikan ingatan kamu, kenapa tidak? Walaupun Tante tau kamu ingin lepas dari semua itu, tapi tentunya kamu juga tahu kalau seseorang ingin mengintrospeksi hidupnya, tentunya dia akan mulai mempelajari kesalahannya dari masa lalu!”
            Mungkin yang dikatakan Tante ada benarnya juga. Aku juga nggak mau kalau masa laluku terus menghantui aku.
            “Sepertinya kamu perlu istirahat, Tante keluar dulu ya!”
“Makasih ya Tante. Em...Tante besok jadi?”
            “Kalau kamu mau, besok kita berangkat.” Tanteku bergegas keluar kamar.
            ‘Stevan’ nama itu terus saja membayangi ingatanku. Rasanya nama itu tidak asing lagi untukku. Aku teringat akan sesuatu, nama yang ada di kursi bis itu juga tertuliskan Stevan. Mungkinkah pernah ada kenangan antara aku dengan Stevan? Apakah bayangan pria yang selalu muncul juga Stevan?
*****

 BERSAMBUNG....
0

cerbung


                                                      PARIS AND THE MEMORY (Part 2)


Keesokan harinya Lana dan Tanteku memeriksakan kepalaku ke dokter.
            “Apakah dia pasien amnesia? Sepertinya dia sudah mulai mengingat sesuatu.” Ucap dokter dari Paris yang saat itu memeriksaku.
            “Iya dok, tapi tidak ada masalah kan dengannya?”
            “Tidak, saran saya kalau anda ingin ingatannya cepat kembali sebaiknya anda mengajak dia ketempat-tempat yang menjadi kenangan dimasa lalunya!”
            Menurut sepupuku Lana, satu tahun yang lalu aku pernah kecelakaan mobil. Saat itu aku baru kembali dari Prancis. Aku dijemput oleh supir papaku. Saat ditengah perjalanan menuju rumah, kecelakaan pun terjadi. Untungnnya aku selamat dari kecelakaan itu. Tapi supir papa yang saat itu bersamaku, dia tidak terselamatkan saat dibawa ke rumah sakit. Setelah kecelakaan itu terjadi katanya aku koma cukup lama, kira-kira hampir dua bulan. Dan saat aku tersadar aku tidak ingat apapun. Dokter memperkirakan saat kecelakaan itu terjadi, kepalaku terbentur dengan keras sehingga aku mengidap amnesia.
            Keluargaku sudah bersusah payah mengembalikan ingatanku. Namun, tidak ada satupun yang bisa aku ingat. Hingga akhirnya aku dibawa ke Paris, mencoba mengingat kejadian sebelum kecelakaan itu terjadi. Mungkin dengan aku dibawa ke Paris akan memberikan peluang besar untuk mengembalikan ingatanku.
            “Oh iya jangan lupa tetap menjaga kesehatannya. Jangan sampai dia tertekan. Kalau terjadi sesuatu, anda bisa hubungi saya.” Pesan dokter itu sebelum mengantarkan kami bertiga ke pintu.
*****
            Udara segar melambai-lambaikan rambutku. Sungguh berbeda dengan udara di Jakarta yang penuh dengan polusi kendaraan bermotor. Andaikan saja udara di Jakarta bisa teratasi dengan baik, tentunya tidak akan terjadi banyak masalah di negara Indonesia. Namun disini aku bisa tenang, jauh dari kekangan orang-orang yang memaksaku mengingat semua masa laluku.
            Untungnnya sekarang aku tinggal dengan orang-orang yang benar-benar mengerti keadaanku. Saudara sepupuku, Tanteku, keduannya adalah orang yang terdekat denganku.
            Makin lama udara sejuk menidurkanku di atas kursi santai. Segarnya udara menenangkanku dari semua fikiran yang menggulung-gulung seperti benang kusut dalam otakku.
            Aku terbangun saat harumnya coklat hangat menusuk hidungku. Tanteku paling bisa dalam membuat coklat hangat. Ditemani pemandangan yang indah di sekitar kota, aku semakin terhanyut dalam keindahan alam kota Paris.
            “Rasanya belum asyik kalau kamu tidak mencoba jalan-jalan dengan bis tingkat mengelilingi kota Paris!” Ucap Tanteku yang tadi membawa coklat hangat.
            “Emang apa bedanya Tante? Bukankah polusi dimana-mana.”
            “Sebaiknya kamu mencobanya. Sekarang siap-siaplah dulu biar Lana yang mengantarkanmu!”
            Aku regup tetesan terakhir coklat hangat itu. Segera aku bergegas dan menemui saudara sepupuku Lana.
            Ternyata memang benar. Dari atas bis ini, kota paris lebih terlihat indah. Polusi pun tidak terasa menyesakkan pernapasan. Walaupun hanya berdiri-diri diatas sini rasanya melelahkan juga. Aku istirahatkan sejenak di kursi yang paling belakang.
‘Paris Love Stevan’. Bukankah Paris namaku? Kutemukan tulisan itu di pojok kursi dekat tempatku duduk.
            “Aghhhh” kepalaku sakit lagi, aku terperanjat dari kursi itu dan berusaha memanggil Lana. Entah dari mana bayangan laki-laki itu muncul lagi.
            Dalam bayangan itu, aku melihat seorang pria duduk bersamaku tepat dimana tadi aku duduk. Mereka berdua tertawa-tawa penuh dengan kebahagiaan tanpa memperdulikan orang-orang yang memperhatikan mereka berdua.
            “Paris, kamu kenapa? Apa kamu ingat sesuatu?”
            Saat itu aku langsung mendekati Lana dan memintanya untuk membawaku pulang ke rumah.
            “Lana, bawa aku pulang sekarang juga. Kepalaku sakit sekali!”
            Tanpa berfikir panjang Lana menghentikan bis, tapi saat itu aku masih saja menoleh ke belakang untuk memastikan bayangan itu masih ada atau tidak. Segera  Lana memanggil taxi dan tidak lama dari itu, kira-kira 10 menit kami berdua sampai juga di depan rumah.





BERSAMBUNG...
0

cerbung

Paris and the Memory

“Paris… I love you!!!” terdengar teriakan dari seorang laki-laki yang berdiri didepan menara Eiffel.
            Pandangan semua orang tertuju pada sesosok pria bertubuh tegap dan bermata tajam berdiri di dekat menara Eifel. Berteriak dengan lantang hingga tak sadarkan diri bahwa Entah apakah pria itu sudah gila, tapi sekarang dia menjadi pusat perhatian orang-orang. Dia berteriak-teriak seakan-akan tempat itu milik dia seutuhnya.
            “Dasar orang gila, bikin malu diri sendiri saja!” Ucapku yang saat itu ikut berkumpul bersama orang-orang yang memperhatikan tingkah pria itu.
            Sepertinya pria itu sudah sadar kalau dia menjadi pusat perhatian orang-orang. Dengan rasa malu dia menjauhkan dirinya dari kerumunan orang.
            Sorotan mata pria itu, seakan-akan mengingatkanku kepada seorang pria yang telah lama aku kenal. Sorotan mata yang tajam itu kini hilang diantara kerumunan orang-orang. Sebenarnya pria itu siapa? Apakah aku pernah kenal dengannya?
            “Aghhhhh!” Entah kenapa kepala ku sakit sekali. Beberapa menit aku terdiam. Ya, sekarang aku ingat. Tepat sekali di tempatku berdiri, dulu... dulu pernah ada laki-laki yang melakukan hal sama untukku. Tapi... entah siapa laki-laki itu.
            “Sepertinya dia bukan orang gila, penampilannya saja keren!” Ucap sepupuku  yang saat itu menemaniku jalan-jalan di sekitar menara Eifel.
            Aku tetap terdiam, dinginnya angin menerpa bulu kudukku. Fikiranku semakin jauh dari suara kerumunan orang. Cahaya lampu menara Eifel semakin lama semakin redup. Ada apa ini? Bayangan orang disekitarku semakin samar. Makin lama dunia terasa gelap.
            “Paris!!! Paris!!!”
            Sepertinya ada yang memanggil namaku. Tapi suara itu begitu kecil ditelingaku. Ada bayangan seseorang didepanku. Tapi bayangan itu sungguh samar dimataku.
            “Paris, sepertinya kamu kelelahan! Kita pulang saja ya!”
            Kini bayangan itu semakin tampak jelas terlihat. Ternyata suara itu berasal dari mulut sepupuku  sendiri.
            “Nggak! Aku belum mau pulang. Acara kembang apinya saja belum dimulai!”
            “Baiklah, tapi kita duduk disana saja ya! Biar kamu lebih tenang!”
            “Bledddarrrrr” Pesta kembang api pun dimulai. Malam ini merupakan malam yang spektakuler untukku, meskipun kepalaku masih sakit. Sungguh aku tak menyangka aku bisa melihat Menara Eifel begitu jelas dimataku dengan dihiasi kembang api yang indah di angkasa.
            “Kembang apinya indah ya! Apalagi kalau ditemani orang seperti kamu.
            Entah dari mana suara itu datang. Tapi kata-katanya seperti sudah tidak asing bagiku. Bayangan laki-laki itu muncul kembali. Dia sedang duduk dengan seorang wanita sebayaku. Tapi wanita itu, wajah wanita itu seperti sangat aku kenal. Itu aku... kenapa aku bisa ada disana? Sebenarnya apa yang sedang terjadi? “Aghhh...” kepalaku, kepalaku sakit sekali. Saat pandanganku ditunjukan kembali kepada mereka berdua. Mereka berdua telah menghilang entah kemana.
            Setelah beberapa jam pesta kembang api selesai. Dan sepertinya saudara sepupuku Lana sudah mulai mengangguk-anggukkan kepalanya. Memang sudah sepantasnnya jam segini orang sudah tidur.




BERSAMBUNG.....
 
Copyright © Tha_zmanianDevil