Cerbung


                                      Paris and the Memory (Part 3)           

 Keesokan harinya aku minta Lana menemaniku kembali berkeliling di kota Paris dengan harapan aku bisa mengingat kembali sebagian memoriku.
            “Lana bisa menemani kamu jalan-jalan. Tapi kalau Lana lihat keadaan kamu seperti ini, Lana takut terjadi apa-apa lagi sama kamu!”
            “Aku mohon Lana, temani aku!” Dia memang tidak pernah bisa menolak permintaanku. “Baiklah, tapi kita ke dokter dulu ya!” Terpaksa aku mengikuti permintaannya. tapi untunglah dokter mengizinkanku.
            Sudah berjam-jam aku berkeliling di kota paris. Tapi sakit kepala itu tidak lagi ku rasakan. Apakah tempat ini tidak pernah ada kenangan denganku?
            Tiba-tiba ada yang memegang pundakku. Aku kira itu Lana. Tapi setelah aku menoleh kebelakang ternyata ada seorang pria telah berdiri di depanku.
            “Paris?? Kamu Paris kan?”
            Entah kenapa setelah aku melihat wajahnya aku merasa takut. Aku lari meninggalkan pria itu, namun pria itu terus mengejarku. Ku hentikan langkahku, setelah aku pastikan pria itu tidak mengejarku lagi. Kuhelakan nafasku pelan-pelan dari rasa lelah.
            Baru aku tersadar. “Lana?” Aku lupa telah meninggalkannya. Ini semua gara-gara pria itu, kalau saja aku tidak bertemu dengannya aku tidak akan terpisah dari Lana.
            Terpaksa aku harus kembali lagi ke tempat itu. Untungnya di tengah perjalanan aku bertemu dengan Lana, jadi aku tidak perlu melangkahkan kaki lebih jauh lagi.
            “Laki-laki itu...”
            “Tenang Paris ini Stevan teman kamu. Tadi aku ketemu dia diperempatan jalan, dia bilang temanmu.” Ucap Lana.
            “Iya Paris aku ini temanmu, tahun lalu kita liburan bersama kesini. Aku turut berduka apa yang telah terjadi padamu!” Ucap Stevan padaku menjelaskan apa yang di utarakan Lana kepadaku.
            Aku hanya terdiam dan menarik Lana menuju taksi yang sudah kuhentikan tadi. “Kamu itu aneh, kenapa sikap kamu dingin sama Stevan?” Tanya Lana padaku.
            “Entahlah, aku merasa tidak nyaman bersama orang itu.”
            “Kamu ingat sesuatu tentang Stevan?”
            “Justru itu, padahal aku sendiri belum bisa mengingat Stevan. Tapi kenapa sejak pertama kali melihat saja aku sudah tidak suka?”
            Tak terasa taxi sudah ada didepan rumah. Saat aku hendak menuju kamar, Tante memanggil kami berdua. “Lana, Paris... Tante punya kabar gembira buat kalian berdua. Teman kantor Tante memberikan Tante tiket untuk naik kapal pesiar. Bagaimana kalau besok kita kesana?”
            “Wah, itu kabar gembira sekali. Tentu dong kita berdua ikut. Iya kan Paris?” Ujar Lana.
            Setelah kejadian tadi siang, aku tidak bersemangat lagi untuk liburan di Paris, rasanya aku ingin segera pulang ke Indonesia. Aku tak mau peduli lagi dengan semua masa laluku. Sempat aku berfikir aku ingin melupakan masa laluku dan menjalani hidup yang baru tanpa mengingat masa lalu.
            “Kok sikap Paris aneh, ada apa Na?”
            “Entahlah, sikapnya berubah setelah Paris bertemu dengan salah satu temannya.”
            “Bagus dong, Paris  ingat sesuatu dengan temannya itu.”
            “Nggak, yang anehnya lagi tanpa mau mengingat Stevan, Paris sudah merasa tidak nyaman dengan Stevan.”
            “Oh jadi namanya Stevan. Rasanya Mama pernah mendengar nama itu. Tapi sepertinya mama sudah lupa. Mama menemui Paris dulu ya!”
            Ku jatuhkan diriku diatas ranjang dengan semua masalahku yang terus menggulung-gulung dikepalaku.
            “Paris... kamu baik-baik saja kan?” Tanya Tanteku. Ku angkat tubuhku yang rapuh. “Tante? Aku baik-baik saja kok.”
            “Tante bisa mengerti, tapi bukankah itu bagian dari masa lalu kamu? Kamu harus berusaha mengingatnya, sekalipun itu ingatan yang buruk untuk kamu. Jika kenangan buruk itu sekiranya akan membantu mengembalikan ingatan kamu, kenapa tidak? Walaupun Tante tau kamu ingin lepas dari semua itu, tapi tentunya kamu juga tahu kalau seseorang ingin mengintrospeksi hidupnya, tentunya dia akan mulai mempelajari kesalahannya dari masa lalu!”
            Mungkin yang dikatakan Tante ada benarnya juga. Aku juga nggak mau kalau masa laluku terus menghantui aku.
            “Sepertinya kamu perlu istirahat, Tante keluar dulu ya!”
“Makasih ya Tante. Em...Tante besok jadi?”
            “Kalau kamu mau, besok kita berangkat.” Tanteku bergegas keluar kamar.
            ‘Stevan’ nama itu terus saja membayangi ingatanku. Rasanya nama itu tidak asing lagi untukku. Aku teringat akan sesuatu, nama yang ada di kursi bis itu juga tertuliskan Stevan. Mungkinkah pernah ada kenangan antara aku dengan Stevan? Apakah bayangan pria yang selalu muncul juga Stevan?
*****

 BERSAMBUNG....

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright © Tha_zmanianDevil